Laman

Rabu, 24 September 2014

22 September 2014: Galau Maksimal

Setelah Minggu pagi mengantarkan koper ke tempat pemberangkatan jamaah haji, hari ini, Senin, 22 September 2014, tiba saatnya Abah dan Umi masuk asrama di Islamic Center Rajabasa.

Rasanya sejuta galau memenuhi pikiran. Tidak bisa ikut hadir di sana, mengantar langsung, bersalaman, cium pipi, berpelukan erat, dan mungkin saling bertangisan haru karena di satu sisi bersyukur orangtua masih diberi kesempatan untuk menjadi tamunya Alloh di Mekkah sana, di lain pihak, sedih juga, berpisah dengan anak-anak selama sebulan lebih.

Dan, itu tidak aku alami langsung. Tidak ada jabat tangan..
Tidak ada cium pipi kanan-kiri...
Tidak ada pelukan hangat...
Rasanya, sakitnya itu di sini...
Dari malam sebelumnya, mata ini begitu rapuh menumpahkan bendungan kesedihan itu..
Bahkan sampai tiba di kantor pagi ini, sepanjang perjalanan dari parkiran sampai ke meja kerja, titik-titik mendung itu belum lagi usai.. Pandangan sengaja kutundukkan ke hp yang kupegang. Berharap setiap orang hanya menganggap aku sedang asyik dengan hp-ku.. Berharap mereka tak tahu ada bulir-bulir yang aku sembunyikan, yang sekuat hati kutahan lajunya biar tak berderaian..

Ahhhh... Sepertinya Alloh ga mengijinkan aku menyimpan sendiri rasa ini.. Tiba-tiba saja seseorang sengaja menabrakku yang memang tidak fokus ke arah mana kaki melangkah..

Mbak Revi!! Ah.. Ketahuan deh..
Dan ia kaget melihatku yang seperti ini.

"Lho... Mbak kenapa?"

"Gapapa, Mbak..." aku berusaha tampak tegar. Jika aku ceritakan masalahnya, bulir-bulir itu justru lepas tak terkendali.

"Ga mungkin, Mbak.. Aku ga pernah lihat Mbak nangis lho.. Kalo aku kan udah biasa nangis.. Ini pasti ada apa-apa. Biasanya kan aku yang nangis di pundak Mbak.. Cerita donk, Mbak, siapa tau masalahnya bisa dibagi..."

"Iya, Mba.. Gapapa kok..." (menguatkan diri lagi)

"Yawdah, kalo ga bisa cerita. Kalau itu masalah, semoga lekas diberi jalan keluar.."
Wah, dikira lagi ada masalah sama rumah tangga niy.

"Ngga, Mba.. Cuma sedih aja, Abah Umi masuk asrama haji hari ini, tapi aku-nya ga bisa nganter langsung.. Ga ada di sana.."
Niat meluruskan permasalahan, eh, malah makin banjir.

"Ya, didoakan saja Mbak, agar Abah Umi sehat, kuat, diberi keamanan, keselamatan, kelancaran, bisa kembali ke Tanah Air menjadi haji yang mabrur.. insya Alloh doa Mbak Dian makbul.."

Duh, Mbak Revi... Aku kalau dihibur sambil dipuk-puk gini, yang ada malah tambah deres nangisnya...
Tapi, paling engga, sudah sedikit berbagi walau nangisnya tetap bersambung sampai tiba di meja kerja. Alhamdulillahi jaza killahu khoiro, ya Mbak Revi.

Rasa sedih itu makin berasa waktu lihat foto-foto menjelang keberangkatan Abah Umi yang di-share di Whatsapp grup Suwardi's Family. (Family atau familly yak? Lali je...)

Foto-foto sekeluarga, Abah Umi, anak-anak dan menantu yang hari itu khusus tidak masuk kerja dan ijin ga sekolah. Ada tetangga juga. Kakaknya Abah, buleknya Abah, adiknya Abah.
Foto-fotonya ada yang di depan rumah, ada juga yang pas sudah sampai asrama. Ibuk sama Mamah juga ikut mengantar.

Waktu fotonya masih ramean, belum kerasa kalau akan berpisah.
Berasanya itu waktu sudah pamitan dan masuk gerbang asrama. Keluarga hanya boleh mengantar sampai depan gerbang. Selebihnya hanya calon haji yang boleh masuk. Di situlah baru kerasa beratnya perpisahan (walau hanya untuk 40 hari, insya Alloh, paringi umur yang panjang dan barokah kepada kami semua ya Alloh, agar bisa bertemu kembali sepulang Abah Umi dari Mekkah.. Aamiiin...)

Kalau ikut hadir di sana, rasa yang mengharu-biru itu mungkin akan lebih dahsyat. Apalagi kalau lihat langsung gimana Cheryl lari mau nyusul Eyang Abah dan Eyang Umi-nya masuk ke asrama. Cucunya aja ngerasa bakal ga ketemu lama. Bagaimana anak-anaknya..?
Berat sangat....

So, begitu dapat SMS dari Abah, yang mengabarkan kalau sudah sampai di asrama (walau sebenarnya udah tau duluan, hasil mantau whatsapp grup), aku langsung telepon. Sengaja ga langsung telepon begitu Abah sampai asrama karena  nunggu Abah senggang dulu. Aku bisa membayangkan kok gimana ramainya gimana rempongnya pas baru sampai. Jadi, biar Abah Umi fokus dulu sama prosedur awal tiba di asrama. Begitu sudah longgaran, baru deh telepon.

Rasanya lega begitu bisa ngobrol langsung dengan Abah Umi walau lewat hp.
Dari obrolan itu, aku tau bahwa Abah Umi insya Alloh baik-baik saja. Merasa senang dengan perjalanan ini. Senang bahwa apa yang menjadi cita-citanya sejak lama, akan segera tersampaikan.

Ada kejadian lucu yang Abah share di obrolan siang itu. Upaya Abah membawa gunting ke Mekkah untuk keperluan cukur di sana, ketahuan sama petugas pemindai koper.

"Padahal gunting itu udah dilakban item, dibungkus plastik item. Ee.. Masih ketahuan juga. Ga perlu buka koper, petugasnya udah tau kalau ada gunting di koper..."
Abah ceritanya ceria banget diselingi tawa geli. Ini yang bikin sejuta galau meluap tinggal tersisa beberapa saja.

"Berarti kurang canggih ngakalinnya, Bah.. Alatnya udah lebih canggih dari beberapa tahun sebelumnya.."

"Akhirnya bongkar koper lagi. Berhubung lupa, naruh guntingnya di sebelah mana, ya Abah minta kopernya dipindai ulang buat lihat posisi tepatnya biar ga ngacak-ngacak isi koper. Dan setelah gunting diambil, minta dipindai lagi. Mastiin ga ada benda yang dilarang dibawa. Dan syukurnya, petugas bagian perkoperan udah terlatih ngikat ulang koper. Jadi, proses mberesin  kopernya cepet.."
Selama ceritain kejadian lucu ini, Abah ga henti-henti ketawa geli.

Eh, di sini kelihatan banget ya, kalau Abah itu cerdas.. Dan cerdasnya nurun ke anaknya ini.. Ahaha..

Ita bersyukur, Abah Umi senang, sehat, walau Umi agak batuk-batuk dan flu.
Doa Ita dan anak-menantu semuanya insya Alloh selalu terpanjatkan untuk kesehatan, kekuatan, kelancaran, dan haji yang mabrur hingga kembali ke Tanah Air dengan selamat tanpa kurang satu apapun. Aamiiiin....

See you later, Abah Umi..
We'll wait till 2nd November..

Always miss you, Mom, Dad..

#RadarSelatan
#finished at 00:44:25, 24 Sep.2014